
Tahun ini sudah memasuki penghujung bulan, menunggu hitungan minggu tahun baru akan tiba. Sore ini aku duduk di depan laptopku, mendengarkan lagu Guns N Roses, menikmati aroma tanah basah sehabis hujan di-iringi suara tetes-tetes kecil dari sisa air hujan yang bocor di atap kamarku dan embusan lembut angin yang menyapu bulu-bulu halus tanganku. Sejuk, sendu.
Aku ingin bercerita panjang, rasanya emosional sekali mengingat memori yang kurang menyenangkan dari perjalanan hidupku. Berproses menjadi dewasa memang tidak mudah, kan? Tak jarang, langkah ini terasa berat sekaligus menyakitkan, terkadang menyulitkan untuk dipahami namun bagaimanapun juga musti dihadapi.
Aku sempat mengalami krisis jati diri, hilang arah, putus harapan, mengacaukan banyak hal, kecewa sama diri sendiri, sempat terkungkung dalam pergolakan batin dan kalutnya pikiran. Ya, ini semua proses-ku.
Setiap orang memiliki batas kesabaran dan kesadaran terhadap diri sendiri dan orang lain. Rasanya, saat ini aku telah mencapai batas itu. Banyak kejadian menyakitkan di masa lalu yang aku anggap normal, ketidak-adilan yang aku sangkal, kenyataan buruk yang selalu aku tutup rapat untuk melindungi seseorang agar tetap dipandang baik dan tidak melukai ego-nya. Tapi di usia ini, waktu dan alam bawah sadarku memaksa untuk mengulas kembali, mengakui, menerima dan berhenti menyangkal atas perlakuan buruk yang menimbulkan trauma dalam diri.
Ya, gadis rapuh yang membalut luka-lukanya dengan tawa riang dan senyum manis ini punya tumpukan cerita mengenaskan yang ia simpan rapat untuk dirinya dan Tuhan. Semalam aku menangis, lama sekali.. rasanya sangat lelah bersembunyi dan menganggukkan kepala dari seorang laki-laki tua yang egois, memakai kedok agama untuk merampas hak-hak anak-anak ini, menuntut untuk selalu diberi makan egonya, memanipulasi untuk kepuasan dirinya, bahkan tidak pernah memikirkan hati seorang wanita yang tak terhitung puluhan tahun berkorban untuknya dan tak pernah memikirkan masa depan 6 perempuan yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Namun lucunya, ia ingin menuai sangat-sangat banyak dari apa yang tak ia tabur. Mana bisa? Hukum alam tak begitu, bukan?
Aku benci, karena sebelumnya aku tak berani bersuara untuk semua hal-hal menyakitkan dan ketidak-adilan yang kami alami. Jika waktu bisa diputar kembali, mungkin aku bisa menyelamatkan masa depanku, mimpi-mimpiku lebih awal, mengatur hidupku dan lebih memfokuskan pada diriku sendiri. Bukan mengorbankan masa depan dan mimpiku untuk memberi makan ego dan inner child-nya. Kenapa aku takut melukai dan sangat menjaga perasaan seseorang, sedang orang tersebut tak terhitung berapa ribu kali kekerasan verbal dan fisik yang melukai kami secara mental dan menanamkan ketakutan di dalam diriku dan orang yang aku sayang.
Beberapa bulan terakhir aku merenungkan ini, segala perasaan yang membeludak. Perasaan kecewa, sedih, patah, pesimis, sakit, sendiri benar-benar menguras energy dan emosiku. Dari sekian banyak kejadian tak mengenakkan yang terpaksa atau harus kulalui, membentukku menjadi pribadi yang baru. Pribadi yang bersuara untuk hidupku, yang bertanggung jawab atas keputusan yang aku ambil, yang menjalani hidupku seperti apa yang aku mau.
Yang kulakukan adalah mengelola perasaan berkecamuk ini, me-release emosi negatif dan trauma yang melekat. Aku akan mulai menata hidupku, menjalaninya dengan prinsip yang aku pegang, berusaha untuk berdamai dengan masa lalu yang masih terbayang dan aku akan berusaha untuk itu.
Melepaskan diri dari ikatan toxic memang butuh keberanian dan sekarang aku berani mengambil resiko untuk hidupku sendiri. Terkadang, hidup membutuhkan keberanian untuk melepaskan sesuatu (yang sebenarnya buruk) untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dan indah.

good
SukaDisukai oleh 1 orang